Kumpulan Khutbah Jum’at Terbaru
– Hari jum’at merupakan hari yang sangat dimuliakan oleh Allah SWT.
Hari dimana berkumpulnya manusia untuk melaksanakan shalat Jum’at. Hari
jum’at juga merupakan hari yang istimewa dan mempunyai banyak keutamaan.
Diantaranya adalah “Sesungguhnya pada hari Jum’at terdapat waktu
mustajab bila seorang hamba muslim melaksanakan shalat dan memohon
sesuatu kepada Allah pada waktu itu, niscaya Allah akan mengabulkannya.
Rasululllah mengisyaratkan dengan tangannya menggambarkan sedikitnya
waktu itu (H. Muttafaqun Alaih).
Dibawah ini nanti saya akan memberikan
beberapa Kumpulan Khutbah Jum’at Terbaru termasuk juga nanti ada khutbah
jum’at menggunakan bahasa jawa dan bahasa sunda. Dan Insya Allah nanti
saya akan juga berikan khutbah jum’at dalam format .pdf dan .doc.
KUMPULAN KHUTBAH JUM’AT TERBARU
ِAt-Tawadlu’
oleh M. Miftahul Huda
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَاكَاتُهُ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ
الْمُنَزَّهِ عَنْ سِمَاتِ الْحُدُوْثِ وَاْلأَلْوَانِ وَالْكَيْفِيَّاتِ
* اَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْغَنِيُ كُلِّ مَا سِوَاهُ
وَالْمُفْتَقِرُ إِلَيْهِ كُلُّ شَيْءِ فِى سَائِرِ الْمَخْلُوْقَاتِ
* وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا سَيِّدُ الْمَخْلُوْقَاتِ
* أَللَّهُمَّ صّلِّ وّسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى رَسُوْلِِِ اللهِ صَاحِبِ
الْحَوْضِ وَالشَّفَاعَاتِ * وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ
تَبِعَهُمُ الْمُفَضَّلِيْنَ الْفَائِزِيْنَ بِأَنْوَاعِ الْخَيْرَاتِ
* أَمَّا بَعْدُ – فَيَا عِبَادَ اللهِ ! إِتَّقُوْا اللهَ وَلاَ
تُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئًا وَاجْتَنِبُوْا السَّيِّئَاتِ وَالْمُنْكَرَاتِ *
Jama’ah Jum’at yang berbahagia;
Dari atas mimbar yang megah ini,
perkenankan saya mengajak kita semua, mari kita berusaha meningkatkan
keimanan dan ketaqwaan kita dan sekaligus mengaplikasikannya dalam
setiap derap langkah kehidupan kita. Semoga dengan keimanan dan
ketaqwaan itu akan membimbing jalan hidup kita sehingga kita dapat
mencapai keridoan Allah swt. Selanjutnya, sebagai umat Nabi Muhammd yang
telah menikmatu hasil pejuangannya membangun dan menyebarkan ajaran
Islam hingga samapi kepada kita, mari kita ucapkan solawat dan salam
kepada beliau:
أَللَّهُمَّ صّلِّ وّسَلِّمْ
وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ خَاتَمِ اْلأَنْبِيَاءِ
وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ
Jama’ah Jum’at rohimakumullah
Sungguh Maha Kasih Allah swt kepada
hamba-Nya, umat manusia. Kendatipun pada awal penciptaannya, manusia
diciptakan dari tanah yang tidak berharga dan pada penciptaan berikutnya
manusia diciptakan dari perpaduan antara sperma dan laki-laki (ayah)
dan ovum perempuan (ibu) yang menjijikkan, Allah swt menciptakan manusia
dengan penciptaan yang sempurna. Anatomi yang tersusun mengagumkan,
memfasilitasi manusia untuk berkarya dan berprestasi.
Lebih menakjubkan lagi, tidak satupun
diantara makhluk ciptaannya itu yang sama persis. Sejuta manusia yang Ia
ciptakan sejuta rupa pula yang ia adakan, tidak pernah seorang ibu
tertukar anaknya karena tidak bisa memedakannya. Semua diciptakan dengan
rupa dan karakter yang berbeda-beda dengan kelebihan dan kekurangan
yang beragam pula. Allah memberikan penjelasan dalam al-Qur`an surat al-Tin 95 ; 4 sebagai berikut:
لَقَدْ خَلَقْنَا اْلاِنْسَـانَ فِي أَحْسَـنِ تَقْـوِيمٍ (4)
Disamping pencipataan manusia dengan
anantomi yang indah dan rupa yang menawan, Allah pun menganugerahkan
kemulian dasar, kemuliaan generic, kepada setiap manusia yang
dilahirkan. Firman Allah secara tegas terdapat dalam al-Qur`an surat al-Isro` 17 : 70:
وَلَقَدْ كَـرَّمْنَا بَنِي
ءَادَمَ وَحَمَـلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَـحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ
الطَّيِّبَـاتِ وَفَضَّـلْنَاهُمْ عَلَى كَـثِيرٍ مِمَّنْ خَـلَقْنَا
تَفْضِـيْلاً (70)
Ayat Allah ini betul-betul menegaskan
dan memastikan bahwa tidak seorangpun diantara manusia yang dilahirkan
di muka bumi ini dalam keadaan hina. Oleh karena itu, tidak ada satupun
manusia berhak memnghina manusia lainnya. Untuk kemuliaan itu Allah swt
lengkapi manusia dengan soft were yang super canggih yang disebut akal
atau ratio. Dengan akal yang terbimbing dan terpimpin serta bertumpu
pada nurani yang disinari hadayah Allah yang dilengkapi dengan tuntunan
ilmu pengetahuan yang memadai, maka akan memungkinkan bagi manusia untuk
menjalankan fungsi dan tugas kekhalifahannya di muka bumi ini secara
benar dan bertanggung jawab.
Masih dalam rangka menjaga dan
melempangkan kemulian dan martabat kemanusiaan itu, sekalipun ramat dan
karunia yang dianugerahkan kepada manusia sudah tidak terhitung
jumlahnya, namun beban dan kewajiban yang diberikan sungguh tidak
sebnding dengan karunia yang diterimanya. Dengan bahasa lain tidak akan
pernah cukup ibadah atau pengabdian seorang hamba untuk menebus karunia
yang pernah ia terima dari Tuhannya. Kendatipun Allah swt berkehendak
memikulkan beban kepada hamba-Nya, namun jika beban standar yang
dipikulkan itu tidak mampu dilaksanakan oleh hamba-Nya, maka akan ada
pengecualian atau rukhsoh sehingga beban dilakukan sesuai kemampuan yang
bersangkutan. Di dalam al-Qur`an surat al-Baqoroj 2: 268 Allah swt berfirman:
لاَ يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا
إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا
لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ
عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا
رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ
Di dalam surat al-Nisa` 4 : 28
juga ditegaskan dan diakui bahwa Allah swt bermaksud meringankan beban
manusia berdasarkan pertimbangan bahwa manusia, disamping kemliaannya,
memiliki kekurgan dan kelemahan.
يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ اْلاِنْسَانُ ضَعِيفًا(28)
Memang harus disadari dan diakui, bahwa
betapapun mulianya manusia dalam ciptaan Allah Allah swt, tetap saja ada
kelemahan dan kekurangan yang menyertainya. Kiranya kelemahan itu sudah
terbukti sejak orang tua kita Adam dan Hawa tinggal di surga. Diantara
kelemahan manusia adalah terkadang tidak mampu menghadapi dan menahan
godaan sebagai mana dialami oleh leluhur kita Adam dan Hawa.
Ketidakmampuan menahan godaan setan menggiring mereka berdua terusir
dari singgasana surga lalu tercampak ke dunia.
Begitu pula dalam kehidupan sehari-hari
yang kita saksikan akhir-akhir ini, tidak sedikit diantara kita orang
yang terjerembat kelembah kehinaan dan kesengsaran karena terseret oleh
dahsyatnya arus godaan dunia.
Hal lain yang sering menjatuhkan
martabat dan kemuliaan manusia adalah tiga serangkai sifat buruk, yaitu
العجب, والتكبر, والتفاخر (ujub sombong, merasa bangga dengan diri
sendiri). Sifat ujub dimulai dari kegemaran kita melihat dan memuji diri
sendiri dengan memfokskan pada kelebihan dan dan keberhasilan
(prestasi) tanpa membanding-bandingkan dengan orang lain. Ujub ini apa
bila ditambah dengan keemaran merandahkan orang lain, maka ujub itu
meningkat kualitasnya menjadi takabur. Apa bila takabbur ditambah dengan
kebanggaan-kebanggaan yang berlebihan makan menjadilah ia soifat
tafakhur. Ketiga sikap yang berjenjang ini merupakan penyakit hati yang
dahsyat, yang apa bila sudah tumbuh di dalam hati tidak mudah mengatasi
apa lagi membasminya.
Sebagai contoh proses lahirnya ujub,
takabbur, dan tafakhur dapat dilihat pada ungkapan berikut ini: “Sungguh
hebat saya ini, hartaku berlimpah, amal solehku banyak, dosaku
sedikit”. Di saat itu dia sudah mengantongi sifat ujub. Namun jika ia
berkata: “Aku ini hebat, aku lebih kaya dari pada si fulan, dia itu
miskin, amal solehku lebih banyak dari dari dia sementara dosanya labih
banyak dari dosaku”, maka ketika itu ujubnya sudah meningkat menjadi
takabbur. Apa bila ia perkataannya ia lanjutkan dengan: “Kamu tidak usah
mimpi untuk menyaingi kekayaan dan amal solehku, karena kamu tidak akan
mampu”, maka sesungguhnya pada waktu itu ketakabburan yang bersangkutan
telah meningkat menjadi tafakhur.
Orang yang memiliki tiga sifat buruk
diatas pada mulanya bermaksud untuk menambah kemuliaan dan martabatnya,
tetapi sesungguhnya ujub dan kesombongan itu sepanjang sejarah telah
terbukti justru akan menjatuhkan kemuliaan dan martabat kemanusiaan.
Firun dan Namrud merupakan dua contoh korban kesombongan dan keangkuhan.
Betapapun kecilnya kesombongan atau
ketakabburan yang bersemayam di lubuk hati kita, kiranya tetap akan
membawa dampak buruk bagi diri dan keluarga, serta lingkungan. Sungguh
kesombongan akan membuahkan kebencian dan ketidaksenangan dan bahkan
akan memunculkan sikap anti pati mansuia lain terhadap dirinya. Lebih
dari itu, Allah swt menyatakan ketidaksukaannya terhadap orang-orang
yang sombong. Firman-Nya dalam al-Qur`an surat al-Nahl 16 : 23:
لاَ جَرَمَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْتَكْبِرِينَ(23)
Dalam surat al-Nahl 16 : 29 lebih tegas Allah swt berfirman:
فَادْخُلُوا أَبْوَابَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا فَلَبِئْسَ مَثْوَى الْمُتَكَبِّرِينَ(29)
Sebagai mana diuraikan di atas bahwa
ifat sombong itu datangnya perlahan-lahan sehingga sering tidak
terasakan, bahkan hampir-hampir tidak disadari. Kesombongan itu
menyelinap dibilik hati kita, terkadang berbaju keindahan, terkadang
berbusana kekuatan dan terkadang tampil seperti satria penolong, dan
bahkan terkadang hadir sebagai orang yang mengerti agama dan berupaya
melawan syri’at dengan berpura-pura mengkajinya.
al-Mu’min 40 : 56
إِنَّ الَّذِينَ يُجَادِلُونَ
فِي ءَايَاتِ اللَّهِ بِغَيْرِ سُلْـطَانٍ أَتَاهُمْ إِنْ فِي صُدُورِهِمْ
إِلاَّ كِبْرٌ مَا هُمْ بِبَالِغِيهِ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ
السَّمِيعُ الْبَصِيرُ(56)
Sesungguhnya orang-orang yang
memperdebatkan ttentang ayat-ayat Allah swt tanpa aargumn yang sampai
kepada mereka, tidak ada dalam dada mereka kecuali (keinginan akan)
kebesaran yang mereka sekali-kali tidak akan mencapainya, maka mintalah
perlindungan kepada Allah swt. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha
Melihat.
Mereka yang di dalam hatinya, baik
disadari maupun tidak disadari, terdapat benih-benih kesombongan,
sekecil apapun adanya, niscaya tidak akan diperkenankan Allah swt
mencicipi syurga apa lagi memasukinya. Mari kita secara bersama-sama
memperhatikan sabda Rosulullah saw yang dinukil dalam sebuah hadis
beliau:
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ.
Lebih tegas lagi firman Allah dalam al-Qur`an surat al-Mu’min 40 : 76 yang berbunyi:
ادْخُلُوا أَبْوَابَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا فَبِئْسَ مَثْوَى الْمُتَكَبِّرِينَ(76)
Hadirin
Penjelasan ayat-ayat dan hadis di atas
kiranya cukup untuk mengingatkan kita jika kita belum terkonstaminasi
oleh bibit-bibit kesombongan. Begitu pula dengan muatan ancaman yang
terkandung dalam ayat dn hadits ini kiranya memadai untuk menyadarkan
kita apa bila di dalam hati kita telah tercemar oleh virus-virus
kesombongan. Rasa takut kita terhadap dahsyatnya siksa neraka mungkin
akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan kesombongan, sementara
kerinduan yang mendalam kita kepada kenikmatan syurga akan menjadi
pertimbangan bagi kita untuk segera meninggalkan dan menjauhi
kesombongan yang sesunguhnya tidak pernah menguntungkan.
Karena takut akan siksa akibat dari
kesombongan, seorang sahabat, ketika mendengar hadis di atas lalu
bertanya dan meminta penjelasan lebih lanjut dari Rosulullah saw.
Sahabat itu berkomentar:
إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ اَنْ يَكُوْنَ ثَوْبَهُ حَسَنًا وَنَعْلَهُ حَسَنَةً
Mendengar komentar sahabatnya itu lalu Rosulullah saw memberikan penjelasan singkat tetapi memuaskan melalui sabda beliau:
قَالَ: إِنَّ اللهَ جَمِيْلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ, اَلْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ (مسلم)
Hadirin
Untuk membentengi diri dari intervensi
kesombongan dalam bersikap dan berprilaku dalam kehidupan sehari-hari,
sebaiknya, bahkan seharusnya, kita memilih dan membangun sikap tawadlu’
di dalam diri kita masing-masing. Kembali kepada sikap tawadlu’
merupakan langkah yang bijaksana dan terpuji serta aman dan
menyenangkan, lebih-lebih bila dihubungkan dengan keadaan kehidupan di
zaman modern yang penuh dengan godaan yang menyilaukan.
Hadirin
Tawadlu’ adalah suatu sikap yang
menunjukkan kerendahan hati seseorang. Dengan demikian tawadlu’
merupakan lawan dari sikap tinggi hati. Sikap tinggi hati selalu muncul
dalam bentuk kesombongan. Oleh karena itu, tawadlu’ bukanlah sikap atau
rasa rendah diri, tetapi tawadlu’ adalah lawan dari ujub, takabbur, dan
tafakhur. Memilih tawadlu’ berarti menghindari ujub membuang takabbur
dan memusnahkan tafakhur, mengambil ujub, takabbur dan tafakhur berarti
mencampakkan tawadlu’. Kalau ujub, takabbur, dan tafakhur akan mendorong
orang untuk masuk neraka, maka tawadlu’ berarti menutup salah satu
pintu neraka.
Untuk menguraikan pengertian tawadlu’
sehingga menjadi jelas da konkrit tentulah tidak mudah, karena tawadlu’
pusatnya berada di dasar hati yang terdalam. Yang paling memungkinkan
adalah menjelaskan fenomena-fenomena yang menunjukkan sebuah sikap
tawadlu’ atau sikap rendah hati yang ada pada seseorang. Untuk mengurai
penjelasan itu dalam sebuah pertanyaan dikatakan: “Kapan seseorang dapat
disebut bersifat tawadlu’ atau rendah hati”? orang bijak akan menjawab:
“Ketika seseorang merasa tidak memiliki kelebihan padahal sesungguhnya
dia lebih dan tidak merasakan adanya orang yang lebih rendah dari pada
dirinya kendatipun sesungguhnya di lebih tinggi dari orang lain, dia
tidak akan tampil berlebihan sekalipun sesungguhnya dia mampu
melakukannya. Ia lakukan segala sesuatunya semata-mata karena ketundukan
mereka kepada Allah swt.
Keikhlasan itu pula yang menyebabkan
yang bersangkutan berhak menerima ganjaran dan penghargaan yang amat
tinggi dan prestisius dari Allah swt
من ترك اللباس تواضعا لله تعلى
وهو يقدر عليه دعاه الله يوم القيامة رؤوس الخلائق حتى يُخَيِّره من ايِّ
خُلَلِ اْلإِيمان شاء يلبسه (الحاكم)
Untuk menjelaskan lebih dalam tentang tawadlu’ saoyidina Umar bin Khottob ra menjelaskan:
قال عمر ابن الخطاب: رأس
التواضع أن تبتدئ بالسلام على من لقيته من المسلمين, وأن ترضى بالدون من
المجلس, وأن تكره أن تذكر بالبر والتقوى (درة الناصحين: 154)
Ketiga sikap diri yg dikemukakan oleh
Umar ibnu Khotob ini bukan hal yang mudah untuk dilakukan, tetapi
membutuhkan latihan yang intensif. Ditengah kehidupan yang cenderung
matererialistis ini sering kita jumpai dan kita saksikan betapa orang,
atau justru diri kita sendiri, lebih senang menjawab salam ketimbang
memberi atau memulai salam. Ada kemungkinan sikap enggan memulai ini
disebabkan adanya perasaan bahwa dirinya lebih tinggi dari orang lain
sehingga dalam anggapannya orang lainlah yang seharusnya memulai salam
kepadanya.
Juga tidak sedikit orang yang
tersinggung atau merasa dilecehkan ketika ia ditempatkan dibelakang
disuatu forum atau majlis karena ia merasa dirinya lebih terhormat dan
lebih pantas untuk dihormati, padahal hal penempatan itu terjadi hanya
karena yang bersangkutan terlambat datang. Ada pula diantara kita yg
justru merasa sengan jika dirinya disebut-sebut sebagai orang baik,
orang berjasa dan lain sebagainya.
Rosulullah Saw bersabda: bertawadu’lah,
dan duduklah bersama orang-orang miskin, niscaya kamu menjadi
orang-orang yang besar disisi SWT dan terlepas dari sifat sombong dan
angkuh.
Latihan tawadlu’ dapat diawali dengan
duduk bersama dengan pembantu.untuk mendukung konsep ini ada riwayat
dari Qois bin Hazim yenjelaskan peristiwa yang dialami oleh Khalifah ke
dua, Umar Ibnu Khottob; kisahnya demikian.
Saiyidina Umar Ibnu Khottob, ketika
bepergian menuju kota Syam, dalam rangka kunjungan kerja, bersama dengan
pembantunya dengan menunggang seekor kuda. Mereka sadar betul bahwa
jika mereka berdua bersama-sama duduk menunggang kuda adalah merupakan
kezoliman terhadap kuda tersebut, maka mereka berdua, Umar Ibnu Khottob
dan pembantunya sepakat untuk bergilir atau bergantian menunggang kuda
tersebut. Ketika memulai perjalanan Umar Ibnu Khottob mendapat giliran
pertama menunggang kuda sementara pembantunya mendapat gilian pertama
membimbing kuda itu. Selama dalam pejalan mereka secara rutin bergantian
sesuai dengan kesepakatan. Akan tetapi keitika menjelang sampai di
tujuan, dalam hal ini kotaSyam, giliran menunggang kuda jatuh kepada
pembantunya, ementara Umar Ibnu Khottob mendapat giliran membimbing
kuda. Tidak ada perasaan di hati mereka masing-masing kecuali ikhlas
menjalankan kesepakatan yang telah mereka bangun bersama. Namun,
ternyata di depan pintu gerbang kota, telah berdiri Abu ‘Ubaidah, salah
seorang pembesar kota Syam yang bermaksud menyambut dengan Umar Ibnu
Khottob di kota itu. Melihat kejadian, itu lalu Abu Ubaidah berkata
kepada Umar Ibnu Khottob: Wahai Kholifah, para pembesar kota Syam pada
saat itu berkumpul di balai sidang untuk menyambut Kholifah, maka adalah
tidak pantas apa bila nanti mereka melihat kejadian ini, bagai mana
komentar mereka nanti.
Mendengar perkataan yang bernuansa keluhan structural dari Abu Ubaidah itu, lalu Umar Ibnu Khottob menjawab:
إنما أعزنا الله بالإسلام, فلا أبالى من مقالة الناس .
Ternyata dalam pikiran dan prinsip Umar Ibnu Khottob bahwa rendah hati tidak akan menghinakan seseorang.
Dalam kejadian berikutnya Umar
mengaplikasikan kembali sikap tawadlu’nya dengan kesediaannya memikul
ember berisi air lalu diberikan kepada tetangganya demi untuk menutup
rapat-rapat pintu hatinya dari invasi dan interpensi benih-benih
kesombongan. Kiranya ketawadlu’an Umar telah membangun pengertian dan
kesadaran bahwa pujian dan sanjungan rakyatnya dapat berakibat
memunculkan sikap sombong dan angkuh pada dirinya.
Hadirin.
Untuk memperkaya hazanah kita tentang
tawadlu’ ini, mari kita ungkap sekelumit wejangan Ibrohim bin Syaiban
dalam kata-kata hikahnya: “Ketinggian itu ada di dalam ketawdlu’an,
kemulyaan ada di dalam ketaqwaan, kebebasan/kemerdekaan ada di dalam
sikap qana’ah.
Menutup khutbah kita pada hari ini mari kita simak wejangan Imam al-Ghozali yg termaktub dalam bukunya Bidayatul Hidayah.
ينبغي ان لا تنظر إلى احد إلا
وترى أنه خير منك وأن الفضل له على نفسك, فإن رأيت صغيرا , قلت هذا لم يعص
الله تعالى وأنا عصيته فلا شك أنه خير مني, وإن رأيت كبيرا, قلت: هذا قد
عبد الله تعالى قبلي فلا شك أنه خير مني, … وإن كان جاهلا , قلت: هذا قد
عصى الله بجهل وأنا عصيته بعلم فحجة الله علي آكد وما أدري بما يختم لي
وبما يختم له … هكذا وهكذا.
الخطبة الثانية
الحمد لله حمدا حامدين والشكر
لله شكرا شاكرين – اشهد أن لاإله الله المالك الحق المبين – وأشهد أن محمدا
عبده صادق الوعد الأمين – اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد خاتم
الأنبياء والمرسلين وعلى آله وأصحابه أجمعين ومن تبعهم بإحسان إلى يوم
الدين – أما بعد فياعباد الله – إتقوا الله ولا تموتن إلا وأنتم متمسكين
بالدين.
بارك الله لي ولكم في القرآن
العظيم, ونفعني وإياكم بما فيه من الأيات والذكر الحكيم, وتقبل مني ومنكم
تلاوته إنه هو السميع العليم, أقول قولي هذا وأستغفر الله العظيم لي ولكم
ولسائر المسلمين والمسلمات, فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم.
KHUTBAH JUM’AT BAHASA JAWA
KAUTAMAAN WULAN ROMADLON
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَاكَاتُهُ
الحَمْدُ لله 2 الَذِى جَعَلَ
رَمَضَانَ شَهْرً الَّذِى أُنْزِلَ فِيْهِ اْلقُرْآن هُدًى لِّلنَّاسِ
وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ اْلهُدَى وَاْلفُرْقاَنِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِله
إِلاَّ الله وَحْدَه لاَ شَرِيْكَ لَه رَحِيْمٌ لِّلْمُؤْمِنِيْنَ
وَلِلْخَائِفِيْن اَمَاناً. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدً رَسُوْلُ الله
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه أُوْتِىَ اْلقُرْآن. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى
سَيِّدِناَ مُحَمَّد وَعلَى آلِه وَأَصْحَابِه حَمْلَةُ ْالهُدَى
وَاْلبَيَان.
قال الله تعالى في كتابه
الكريم، أعوذ بالله من الشيطان الرجيم ” شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِى اُنْزِلَ
فِيْهِ اْلقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّناَتٍ مِّنَ اْلهُدَى
وَالْفُرْقاَنِ”
وقَالَ رَسُولَ اللَّهِ صلى
الله عليه وسلم : مَنْ قاَمَ رَمَضَانَ إِيْمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ
لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (متفق عليه)
أَمَّا بَعْدُ – فَيَا عِبَادَ
اللهِ ! إِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ
وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. وَقَدْ فَازَ اْلمُتَّقُوْن وَأَطِيْعُوْا
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.
Hadirin sidang jum’at ingkang minulyo.
Sak mantunipun muji dumateng Alloh, soho
maos sholawat konjuk dateng junjungan kito Nabi Agung Muhammad SAW.,
kulo wasiat dumateng panjenengan sedoyo, khususipun pribadi kulo
piyambak, monggo samiyo nambahi takwa dumateng Allah SWT kanthi nebihi
awisan-awisanipun lan nglampahi punopo ingkang dipun dawuhaken.
Sak meniko kito wonten sak lebetipun
wulan romadlon, wulan ingkang agung, wulan ingkang kebak berkahipun
Allah. Wonten wulan meniko Allah nurunaken al-Qur’an, kitab panutan kito
umat Islam, kitab ingkang isi pitedah-pitedah ingkang bagus tumraping
tiyang ingkang mukmin. Ugi ing dalem wulan meniko wonten dalu ingkang
langkung sahe ketimbang sewu wulan, dalu meniko dipun wastani lailatul Qodar.
Allah majibaken dumateng kito sedoyo siyam ing dalem wulan Romadlon meniko minongko ad-Dzikr / pepiling
tumraping menungso ingkang panci kathah supenipun. Inggih supe
nindaaken syukur saking ni’mat ingkang sampun dipun paringaken.
Poro hadirin jum’ah ingkang minulyo.
Sangking arah meniko kito kedah kados
pundi sak sampunipun mangertos fadlilah lan agungipun wulan romadlon?
Mboten wonten sanes monggo kito inggahake kito tambahi ibadah amal
sholih kitho ingkang kange simpenan benjang bikaipun wonten ing akherot.
Kito katah-katahaken istighfar lan deres al-Qur’an kanti eling-eling
sak maknane soho sholawatipun, kito sudo anggenipun nyambut damel utawi
ngulari bondo, sebab manawi badan kito kesel utawi sayah meniko saged
ngelaleaken dateng nindaaken kewajiban-kewajiban wonten ing wulan
meniko. Kito kedah saget bagi wekdalipun ingkang supados hasil
sedoyonipun.
أَيُّهَا ْالمُسْلِمُوْنَ !
عَلَيْكُمْ بِتِلاَوَةِ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ فىِ هَذَا الشَّهْرِ
اْلعَظِيْمِ اِقْتِدَاءً بِنَبِيِّكُمْ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَدْ كاَنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيْلُ فَيُدَارِسُهُ ْالقُرْآنَ فِى شَهْرِ
رَمَضَانَ وَكَانَ السَّلَفُ الصَّالِِح يُكْثِرُوْنَ مِنْ تِلاَوَةِ
اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ.
Poro kaum muslimin hadirin sidang jum’at ingkang minulyo.
Monggo wonten ing wulan meniko kito
supados ngatah-ngatahaken mahos al_Qur’an al_karim derek tindak
lampahipun kanjeng Nabi Muhammad SAW. Keranten wonten ing wulan meniko
kanjeng nabi dipun panggihi deneng malaikat Jibril AS lajeng tadarrus
al-Qur’an. Lan malih poro ulama kito sami ngatah-ngatahaken mahos
al-Qur’an wonten ing wulan meniko.
Keranten gusti Allah sampun maringi
keistimewaan ing wulan romadlon arupi temurunipun al_Qur’an. Kados
dawuhipun Allah wonten ing al-Qur’an;
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِى اُنْزِلَ فِيْهِ اْلقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّناَتٍ مِّنَ اْلهُدَى وَالْفُرْقاَنِ.
Ingkang artosipun: “ Kang ono ing
sak jerone wulan Romadlon al-Qur’an diturunake kangge nuduhake marang
menungso lan dadi tondo terang saking pituduhe Allah SWT lan kangge
bedaaken antarane barang kang haq lan kang bathil”.
وَقَدْ صَحَّ عَنْ رَسُوْلِ
الله صَلىَّ الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: مَنْ قَرَأَ حَرْفاً
مِنْ كِتَابِ الله فَلَهُ عَشْرُ حَسَناَتٍ
Artosipun; “ Sopo wonge moco sak huruf sangking kitab al-Qur’an mongko kanggu wong iku sepuluh kabagusan”.
Poro hadirin ingkang kawulo mulyaaken.
Kejawi kito supados ngatah-ngatahaken
mahos al_qur’an lajeng kito supados saged ngerekso / nyejani dateng
siyam kito meniko sangking perkawis-perkawis ingkang saged ngerusak
dateng sah ipun siyam, inggih meniko amal awon, kados ngerasani tiyang
sanes, adu-adu lan sak panunggalanipun. Keranten engkang nami siyam
meniko boten namung ngempet dahar lan minum kemawon, ananging ugi kedah
ngempet sangking pendamelan mungkar ingkang dipun awisi deneng Allah
SWT.
Pramilo monggo wonten wulan romadlon
meniko dipun isi kanthi amal-amal ingkang soleh. Kados tadarrus
al-Qur’an, sholat tarawih berjamaah lan qiyamul lail, soho
ngatah-ngatahaken anggenipun taubat lan istighfar dateng Allah SWT.
Dipun sebataken wonten ing hadis bilih rasulullah SAW ngendiko;
ثَلاَثُ نَفَرٍ تُصَافِحُهُمُ
اْلمَلاَئِكَةُ يَوْمَ يُخْرَجُوْنَ مِنْ قُبُوْرِهِمُ الشُّهَدَاءُ
وَاْلقَائِمُوْنَ شَهْرَ رَمَضَانَ وَالصَّائِمُوْنَ يَوْمَ عَرَفَةَ .
Artosipun; “ Ono telung golongan
kang bakal salaman karo malaikat naliko tangi soko kubur. Deweke yoiku:
Poro syuhada’, wong-wong mukmin kang ndiriaken sholat tahajjud ono ing
wulan romadlon lan wong-wong kang poso ing dino Arofah”.
Lajeng kados pundi lan sinten tiyang
ingkang mboten kepingin waget salaman kaliyan malaikat, makhlukipun
Allah ingkang mulyo, lan malaikat meniko pirso nami-nami kito. Lan kanti
salaman mentandaaken bilih kito kalebet tiyang ingkang bejo, slamet
mangke dumugi suargo. Temtu kemawon meniko dados idam-idamanipun kito
sedoyo.
Wonten hadits lintu Rasulullah SAW ngendiko:
مَنْ قاَمَ رَمَضَانَ إِيْمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (متفق عليه)
Artosipun; “ Sopo wonge ngelakoni ibadah ing wulan ramadlan kanthi dasar iman lan kerono murih ganjaran, mongko wong mahu bakal dingapuro dusane kang wis keliwat”.
Akhiripun, monggo kito tansah
ngiyataken jiwo rogo, kito jagi kesehatan wonten ing wulan romadon
meniko supados kito wagedbibadah sak katah-katahipun. Lan mugi-mugi
Allah tansah paring pitedah soho kekiatan, amin, amin, amin…ya robbal
‘alamin.
اَعُوْذُ باِلله مِنَ
الشَّيْطاَنِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ الله الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ. يآ اَيُّهاَ
الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّياَمُ كَمَا كُتِبَ عَلىَ
الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ. اّيَّامًا
مَعْدُوْدَاتٍ, فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيْضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ
فَعِدَّةٌ مِنْ أَياَّمٍ اُخََر, وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَه
فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْن, وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ
وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْن.
باَرَكَ اللهُ ليِ وَلَكُمْ فيِ
ْالقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ – وَنَفَعَنيِ وَإِياَّكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ
اْلآياَتِ وَالذِّكْرِ اْلحَكِيْمِ – وَتَقَبَّلَ مِنيِّ وَمِنْكُمْ
تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْم – أَقُوْلُ قَوْليِ هَذَا
وَاسْتَغْفُرُ اللهَ اْلعَظِيْم ليِ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ اْلمُسْلِمِيْنَ
وَاْلمُسْلِمَات وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَات فَاسْتَغْفِرُوْهُ
إِنَّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ.
KHUTBAH JUM’AT BAHASA SUNDA
KASAIMBANGAN HIRUP
Oleh: Bpk. Andi Rachman Hakim
Assalamu’alaikum Wr.Wb.,
Puji syukur mangga urang sami-sami
panjatkeun ka hadirat Alloh SWT anu parantos maparin kanikmatan iman
sinareng Islam dugi ka dangeut ieu urang sadayana masih dina kaayaan
sehat wal’afiat sahingga tiasa ngalaksanakeun salah sahiji kawajiban
hirup urang sadayana nyaeta ngalaksanakeun ibadah jum’at di masjid ieu.
Sholawat sinareng salam mugia tetep
kacurahlimpahkeun kanggo junjungan urang sadayana, Nabi Muhammad SAW.,
ka para sahabatna, ka para tabi’it tabi’in anu satia dugi akhir zaman
anu insya Alloh kalebet oge urang sadayana.
Dina kasempetan ayeuna khotib masihan wasiat khususna kanggo pribados nyalira sareng ka jama’ah jum’at sadaya, hayu urang sami-sami ningkatkeun kaimanan sareng kataqwaan ka Alloh SWT ku ngalaksanakeun sagala parentahna sareng ngajauhan sagala laranganna supados kenging ridho ti mantenna. Alloh SWT nyiptakeun manusa teh kalayan makhluk anu panghadena di dunya ieu, jeung dibere akal sarta nurani. Sajabi ti janten hamba Alloh oge janten kholifah di bumi anu dipaparin kawajiban pokok nyaeta ibadah. Dawuh Alloh SWT dina surat adz-dzariat ayat 56 :
Dina kasempetan ayeuna khotib masihan wasiat khususna kanggo pribados nyalira sareng ka jama’ah jum’at sadaya, hayu urang sami-sami ningkatkeun kaimanan sareng kataqwaan ka Alloh SWT ku ngalaksanakeun sagala parentahna sareng ngajauhan sagala laranganna supados kenging ridho ti mantenna. Alloh SWT nyiptakeun manusa teh kalayan makhluk anu panghadena di dunya ieu, jeung dibere akal sarta nurani. Sajabi ti janten hamba Alloh oge janten kholifah di bumi anu dipaparin kawajiban pokok nyaeta ibadah. Dawuh Alloh SWT dina surat adz-dzariat ayat 56 :
“Jeung Kuring (Alloh) henteu nyiptakeun jin jeung manusa teh teu aya lian pikeun maranehna kacuali nyembah ka Kawula.”
Nyembah dina harti luas nyaeta sagala
rupa bentuk pangabdian atawa ibadah nu hade didasaran parentah Allah
jeung sakumaha Rasulullah parantos nyontohkeun dina ngalaksanakeunna,
boh ibadah langsung ka Alloh (Hablu minalloh) atanapi ibadah kasasama
manusa (hablu minannas). Sajabi ti eta oge, manusa teh kudu bisa ngalola
jeung ngamanfaatkeun naon-naon nu ku Gusti Alloh ciptakeun di dunya ieu
pikeun kasejahteraan hirup manusa sebab nu kitu teh masih keneh kaasup
kana ibadah.
Hadirin Rohimakumullah,
Urang sadayana yakin yen sagala urusan dunya nu disinghareupan baheula nepi ayena ieu, sanajan urang ngadekul teu euereun-eureun beurang jeung peuting moal aya beakna jeung tungtungna salila hawa masih kaluar tina irung, pagawean jeung pangabutuh teh bakal datang. Salaku jalma nu boga iman mah kudu bisa ngatur jeung ngatasi perkara eta. Sabab lamun urang teu bisa ngatur jeung ngabatasan pangabutuh hirup urang leuwih bahayana leungiteun kabahagian hirup jeung kasaimbangan hirup dina kahirupan sapopoe.
Urang sadayana yakin yen sagala urusan dunya nu disinghareupan baheula nepi ayena ieu, sanajan urang ngadekul teu euereun-eureun beurang jeung peuting moal aya beakna jeung tungtungna salila hawa masih kaluar tina irung, pagawean jeung pangabutuh teh bakal datang. Salaku jalma nu boga iman mah kudu bisa ngatur jeung ngatasi perkara eta. Sabab lamun urang teu bisa ngatur jeung ngabatasan pangabutuh hirup urang leuwih bahayana leungiteun kabahagian hirup jeung kasaimbangan hirup dina kahirupan sapopoe.
Alloh Maha Adil nyiptakeun kabeh mahluk
teh aya pasanganna samodel langit jeung bumi, daratan jeung lautan,
halodo jeung hujan, lalaki jeung awewe leuwih tina hal eta jasmani jeung
rohani. Patali tina sakian ciptaan nu hade, geus sakuduna urang bisa
miara jeung ngatur sanajan sawareh oge nu aya kaitan jeung hajat
(pangabutuh) urang salaku manusa supaya bisa maju, lancar, sauyunan tur
saimbang, utamana mah pangabutuh jasmani jeung rohani eta. Kasaimbangan
dina pandangan Islam teh nyaeta mangrupikeun faktor nu penting, malahan
jadi tujuan jeung cita-cita hirup keur muslim. Sakumaha parantos
ditetelakeun dina Al-Qur’an surat Al-Baqoroh ayat 201 :
“Jeung di antara maranehna aya jalma anu
ngado’a : ‘Nun gusti, pasihan diri kami kasaean di dunya sareng kasaean
di akherat sareng piara diri kami tina siksa seuneu naraka’”.
Leuwih jelasna deui Rasululloh ngadawuh dina hadits nu diriwayatkeun ti Ibnu Asyakir :
“ Jalma nu niggalkeun urusan dunya ngan saukur pikeun akherat teh lain jalma nu hade, kitu oge jalma nu ninggalkeun urusan akherat ngan saukur pikeun dunya kacuali lamun manehna meunangkeun dunya jeung akherat babarengan sabab dunya teh jalan keur ka akherat jeung urang teh ulah jadi beban keur batur”.
“ Jalma nu niggalkeun urusan dunya ngan saukur pikeun akherat teh lain jalma nu hade, kitu oge jalma nu ninggalkeun urusan akherat ngan saukur pikeun dunya kacuali lamun manehna meunangkeun dunya jeung akherat babarengan sabab dunya teh jalan keur ka akherat jeung urang teh ulah jadi beban keur batur”.
Hadirin Rohimakumullah,
Tina ayat Qur’an jeung hadits di luhur meunang kasimpulan sapertos kieu :
1. Urang sadayana dituntut kudu bisa nyaimbangkeun miwah kapentingan lahiriyah duniawiyah jeung kapentingan ruhaniyah ukhrowiyah, ulah dugi kabeurat sabeulah komo lamun mentingkeun salah sahijina. Duanana kudu saimbang, sajalan, sauyunan jeung saarah. Sakumaha conto saimbang jeung saarahna rel kareta api teu bisa jangkung sabeulah, sabab bisa ngakibatkeun kareta api nyangeyeng malahan bisa tiguling.
Tina ayat Qur’an jeung hadits di luhur meunang kasimpulan sapertos kieu :
1. Urang sadayana dituntut kudu bisa nyaimbangkeun miwah kapentingan lahiriyah duniawiyah jeung kapentingan ruhaniyah ukhrowiyah, ulah dugi kabeurat sabeulah komo lamun mentingkeun salah sahijina. Duanana kudu saimbang, sajalan, sauyunan jeung saarah. Sakumaha conto saimbang jeung saarahna rel kareta api teu bisa jangkung sabeulah, sabab bisa ngakibatkeun kareta api nyangeyeng malahan bisa tiguling.
2. Dunya teh mangrupikeun jambatan keur
nuju akherat. Dunya ieu lain tujuan sabab fana nu sawaktu-waktu geus
ditangtukeun ku Gusti Alloh pasti bakal ancur jeng binasa ka asup manusa
nu bakal balik nyinghareupan ka nu nyiptakeunana nyaeta Alloh SWT.
Hadirin Sidang Jum’at Rohimakumulloh,
Mung sakieu rupina khutbah nu tiasa didugikeun dina kasempetan ayeuna, mugia aya manfaat khususna kanggo khotib sareng umumna ka para jama’ah salaku kaum muslimin. Mugia Alloh SWT maparin kakiatan Iman tur kataqwaan dina ngalaksanakeun kahirupan urang sadayana sahingga tiasa ngajalankeun parentahna sareng ngajauhan sagala laranganna nu akhirna Gusti Alloh maparin karidhoan-Na. Amin Ya Robbal ‘alamin.
Mung sakieu rupina khutbah nu tiasa didugikeun dina kasempetan ayeuna, mugia aya manfaat khususna kanggo khotib sareng umumna ka para jama’ah salaku kaum muslimin. Mugia Alloh SWT maparin kakiatan Iman tur kataqwaan dina ngalaksanakeun kahirupan urang sadayana sahingga tiasa ngajalankeun parentahna sareng ngajauhan sagala laranganna nu akhirna Gusti Alloh maparin karidhoan-Na. Amin Ya Robbal ‘alamin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar